Pengertian kesulitan belajar
Sering kita ketahui, dengar atau bahkan
alami di kehidupan nyata tentang suatu keadaan dimana seseorang memiliki
kesulitan dalam belajar. Pelajaran di sekolah yang mendasar dan harus dikuasai
dengan baik adalah yang berkenaan dengan membaca, menulis dan berhitung. Jika
tidak, hal itu akan menghambat prestasi akademis pada siswa yang bersangkutan.
Kesulitan atau hambatan yang sering terjadi biasanya dialami oleh siswa yang
duduk dibangku Sekolah Dasar. Berbagai permasalahan belajar banyak sekali
ditemui pada tingkat ini. Bentuk hambatan dalam belajar tersebut muncul berupa
hambatan membaca (dyslexia), hambatan menulis (dysgraphia), hambatan berhitung
(dyscalculia).
Learning disabilities merupakan keadaan
yang menggambarkan suatu kondisi yang dapat mengganggu seseorang dalam belajar.
Dalam Psikologi istilah Learning disabilities ini biasa disingkat dengan LD.
Keadaan ini terkait dengan gangguan-gangguan tertentu, diantaranya adalah
gangguan pendengaran, berbicara, membaca, cara berpikir, dan perhitungan
matematika.
Siswa yang mengalami hambatan ini
biasanya tidak memiliki masalah dengan inteligensinya, ada yang mendekati
rata-rata, rata-rata, atau diatas rata-rata. Namun pengaruh dari keadaan ini
yang akan menyebabkan menurunnya kemampuan dan prestasi yang tidak menonjol
pada siswa. Sayangnya, keadaan ini sulit diketahui baik oleh orang tua, dan
guru. Keadaan ini biasanya baru disadari ketika prestasi anak menurun, tidak
semangat dalam belajar, bahkan tidak naik kelas. Sehingga tidak jarang pula
guru atau orangtua menilai anak sebagai anak yang malas, nakal, atau
underachiever.
·
Siswa
yang Termasuk dalam Kategori Learning Disabilities
Hambatan dalam belajar ini dapat muncul
sebagai akibat dari gangguan lain yang dimiliki oleh individu. Dalam artian
bahwa Learning disabilities merupakan manifestasi terhadap munculnya gangguan
lain. Gangguan yang sering muncul yakni Attention Deficit Hyperactive Disorder
(ADHD), Conduct Disorder (CD), dan sindrom Tourette (Harwell, 2001).
Disabilities yang dialami oleh individu lebih berkaitan dengan proses kognitifnya. Berikut ini merupakan faktor yang menjadi penyebab terjadinya Learning Disabilities (Omrod, 2003):
Disabilities yang dialami oleh individu lebih berkaitan dengan proses kognitifnya. Berikut ini merupakan faktor yang menjadi penyebab terjadinya Learning Disabilities (Omrod, 2003):
a) Kesulitan
dalam Persepsi
Visual perception: anak dengan learning
disabilities kemungkinan mengalami kemunduran di area visual atau yang terkait
dengan persepsi dari penglihatan. Berkenaan dengan sesuatu yang dilihat
kemudian akan dipahami oleh otak.
Auditory perception: dalam hal ini
keterbatasan yang berkaitan dalam menerima informasi melalui area pendengaran.
Memory : terkait dengan kapasitas
memori atau ingatan yang kurang dalam menyimpan informasi yang didapatkan.
b) Kesulitan
dalam bidang akademis
Reading: hambatan dalam mengenali kata,
mengucapkan, dan memahami apa yang dibaca.
Written: permasalahan dalam membuat tulisan dan mengekpresikan diri melalui tulisan.
Mathematical: kesulitan dalam memilikirkan atau mengingat informasi yang melibatkan angka-angka.
Jika kesulitan belajar yang dialami oleh siswa ini dibiarkan berlarut-larut akan menyebakan kegagalan akademis, harga diri siswa yang rendah, motivasi rendah terutama dalam belajar, gaya belajar yang tidak terencana, dan buruknya kemampuan penyelesaian masalah (coping skills) yang ditunjukkan dengan perilaku menarik diri, berpura-pura sakit, bersandiwara, kecemasan, tergantung terhadap orang lain secara berlebih, dan membolos.
Written: permasalahan dalam membuat tulisan dan mengekpresikan diri melalui tulisan.
Mathematical: kesulitan dalam memilikirkan atau mengingat informasi yang melibatkan angka-angka.
Jika kesulitan belajar yang dialami oleh siswa ini dibiarkan berlarut-larut akan menyebakan kegagalan akademis, harga diri siswa yang rendah, motivasi rendah terutama dalam belajar, gaya belajar yang tidak terencana, dan buruknya kemampuan penyelesaian masalah (coping skills) yang ditunjukkan dengan perilaku menarik diri, berpura-pura sakit, bersandiwara, kecemasan, tergantung terhadap orang lain secara berlebih, dan membolos.
Bagi anak yang mengalami Learning
disabilities, mereka harus bekerja keras untuk mencapai kesuksesan. Namun
terkadang pekerjaan yang telah mereka lakukan mendapat respon negative dari
orang di sekitarnya. Hal ini yang kemudian menyebabkan munculnya perasaan
frustasi, marah, depresi, kecemasan, dan tidak berharga. Oleh sebab itu,
sangatlah diperlukan adanya identifikasi dan penanganan sedini mungkin menganai
kesulitan belajar yang dialami oleh anak yang dapat diberikan pada anak yakni
melalui pembelajaran remedial sesuai dengan kebutuhan anak, konseling individu
dan keluarga, training social skills, memberi panduan terhadap pekerjaan anak,
dan pelatihan terhadap tugas yang diberikan. Jika pelayanan ini diberikan,
kemungkinan terbesar anak akan menjadi lebih produktif dan bahagia dalam
menjalani hidupnya.
II.
Faktor Penyebab Kesulitan Belajar
Masalah
kesulitan belajar ini, tentunya disebabkan oleh berbagai factor. Untuk
memberikan suatu bantuan kepada anak yang mengalami kesulitan belajar, tentunya
kita harus mengetahui terlebih dahulu faktor apa yang menjadi penyebab
munculnya masalah kesulitan belajar.
Faktor-faktor
penyebab kesulitan belajar dapat digolongkan ke dalam dua golongan, yaitu :
·
Faktor intern (factor dari dalam diri anak itu sendiri )
yang meliputi:
a. Faktor fisiologi
Faktor
fisiologi adalah factor fisik dari anak itu sendiri. seorang anak yang sedang
sakit, tentunya akan mengalami kelemahan secara fisik, sehingga proses menerima
pelajaran, memahami pelajaran menjadi tidak sempurna. Selain sakit factor
fisiologis yang perlu kita perhatikan karena dapat menjadi penyebab munculnya
masalah kesulitan belajar adalah cacat tubuh, yang dapat kita bagi lagi menjadi
cacat tubuh yang ringan seperti kurang pendengaran, kurang penglihatan, serta
gangguan gerak, serta cacat tubuh yang tetap (serius) seperti buta, tuli, bisu,
dan lain sebagainya.
b. Faktor psikologis
Faktor
psikologis adalah berbagai hal yang berkenaan dengan berbagai perilaku yang ada
dibutuhkan dalam belajar. Sebagaimana kita ketahui bahwa belajar tentunya
memerlukan sebuah kesiapan, ketenangan, rasa aman. Selain itu yang juga
termasuk dalam factor psikologis ini adalah inteligensi yang dimiliki oleh
anak. Anak yang memiliki IQ cerdas (110 – 140), atau genius (lebih dari 140)
memiliki potensi untuk memahami pelajaran dengan cepat. Sedangkan anak-anak
yang tergolong sedang (90 – 110) tentunya tidak terlalu mengalami masalah
walaupun juga pencapaiannya tidak terlalu tinggi. Sedangkan anak yang memiliki
IQ dibawah 90 atau bahkan dibawah 60 tentunya memiliki potensi mengalami
kesulitan dalam masalah belajar. Untuk itu, maka orang tua, serta guru perlu
mengetahui tingkat IQ yang dimiliki anak atau anak didiknya. Selain IQ factor
psikologis yang dapat menjadi penyebab munculnya masalah kesulitan belajar
adalah bakat, minat, motivasi, kondisi kesehatan mental anak, dan juga tipe
anak dalam belajar.
·
Factor ekstern (factor dari luar anak) meliputi :
1). Faktor-faktor sosial
Yaitu
faktor-faktor seperti cara mendidik anak oleh orang tua mereka di rumah. Anak-anak
yang tidak mendapatkan perhatian yang cukup tentunya akan berbeda dengan
anak-anak yang cukup mendapatkan perhatian, atau anak yang terlalu diberikan
perhatian. Selain itu juga bagimana hubungan orang tua dengan anak, apakah
harmonis, atau jarang bertemu, atau bahkan terpisah. Hal ini tentunya juga
memberikan pengaruh pada kebiasaan belajar anak.
2). Faktor-faktor non- sosial
Faktor-faktor
non-sosial yang dapat menjadi penyebab munculnya masalah kesulitan belajar
adalah factor guru di sekolah, kemudian alat-alat pembelajaran, kondisi tempat
belajar, serta kurikulum.
III.
Pengelompokan Ketidakmampuan dan
Gangguann ( Disorder )
·
Gangguan Indra
Gangguan
penglihatan biasanya anak yang menderita ganggguan
penglihatan sering memicingkan mata, membaca buu darijaaka amat dekat, sering
mengucek-ucek mata dan sering mengeluh karena pandangan nya kabur/ suram (
boyles dan kontadino ,1997 ).
Gangguan
pendengaran biasanya anak yang tuli secara lahir
atau menderita tuli saat masih anak-anak biasanya lemah dalam kemampuan bicara
dan bahasanya.
Ciri-cirinya, Anak sering menempelkan
telinga nya ke speaker, sering minta
pengulangan penjelasan, tidak mengikuti perintah, sering mengeluh sakit
telinga, dingin dan alergi ( Paterson & wright, 1990 ).
Pendekatan pendidikan, untuk membantu
anak yang punya msalah pedengaran terdiri dari dua kategori : pendekatan oral
dan pendekatan manual. Pendekatan oral anatara lain menggunakan metode membaca
gerak bibir, speech reading ( menggunakan alat visual untukmengajar membaca ).
Pendekatan manual adalah dengan bahasa isyarat (system gerakan tangan yang
melambangkan kata ) dan mengeja jari
(finger spelling).
·
Gangguan Fisik
Gagguan
ortopedik biasanya berupa keterbatasan gerak atau kurang mampu
mengontrol gerak karena ada masalah di otot, tulang atau sendi. Gangguan ini
biasanya disebabkan oleh problem prenatal ( dalam kandungan) atau perinatal (
menjelang atau sesudah kelahiran ) atau karena penyakit atau kecelakaan saat
anak-anak.
Serebral
palsy adalah gangguan yang berupa lemahnya kodianasi otot, tubuh
sangat lemah dan goyah ( shoking ) atau
bicaranya tidak jelas penyebabnya yaitu kekurangan oksigen saat kelahiran.
Gangguan
kejang-kejang. Jenis yang paling kerap dijumpai
adalah epilepsy, gangguan saraf yang biasanya ditandai dengan serangan terhadap
sensorik motor atau kejang-kejang. Bentuknya yang paling umum dinamakan absent seizures, anak mengalami
kejang-kejang dalam duasi singkat ( kurang dari 30 detik ), bisa berulang
hingga 100 kali dlam sehari. Kadang-kadang ditandai dengan gerakan tertentu
seperti mengangkat alis mata. Bentuk epilepsy lainnya disebut, tonic-clonic, anak kehilangan kesadaran,
menjadi kaku, gemetar dan bertingkah aneh. Bila parah dapat berlangsung 3
sampai 4 menit.
·
Retardasi Mental
Ciri umum nya adalah lemahnya fungsi
intelektual. Selain itu juga sulit menyesuaikan diri dan susah berkembang.
Keteampilan adaptif adalah keahlian memerhatikan dan merawat dirisendiri dan
mengemban tanggung jawab social seperti berpakaian, makan, control diri dan
berinteraksi dengan teman sebaya.
Defenisinya, reterdasi mental adalah
kondisi sebelum usia 18 tahun yang ditandai dengan rendahnya kecerdasan (nilai
iq dibawah 70) dan sulit beradaptasi dengan kehidupan sehari-hari.
Klasifikasi dan tipe reterdasi mental.
Reterdasi mental digolongkan menjadi reterdasi ringan, moderat, berat dan
parah. Anak-anak reterdasi mental menunjukan tanda-tanda komplikasi neurologis,
seperti cerebral palsy, epilepsy, gangguan pendengaran, gangguan penglihatan
atau cacat bawaan metabolis lain yang mempengaruhi sisitem saraf. Reterdasi
mnetal disebabkan oleh factor genetic dan kerusakan otak.
Factor
genetic. Bentuk yang paling umum adalah Down Syndrome yang diwariskan
secara genetic. Anak down sindron ini punya kromosom lebih ( kromosom ke-47 ).
Wajah bulat, tengkorak datar, ada kelebihan lipatan kulit di atas alis, lidah
panjang, kaki pendek dan reterdasi kemampuan motor dan mental. Anak dengan
sindrom down termasuk kategori retardasi ringan sampai berat.
Fragile
X syndrome, sindrom ini diwariskan secara genetic
melalui kromosom X yang tidak normal yang menyebabkan reterdasi mental ringan
sampai berat. Ciri sindrom ini adalah wajahnya memanjang, rahang menonjo,
telingan panjang, hidung pesek dan koordinasi tubuh buruk.
Kerusakan
otak, disebabkan macam-macam infeksi ( meningitis dan
encephalitis, muncul pada anak-anak) dan factor luar lingkungan ( benturan
dikepala, malnutrisi, keracunan, luka saat kelahiran atau ibu hamil karena
kecanduan alcohol.
·
Gangguan Bicara dan Bahasa
Gangguan
Artikulasi adalah problem dalam pengucapan suara
secara benar sehingga sulit untuk berkomunikasi. Akibatnya, anak yang menderita
gangguan ini enggan bertanya, tidak mau berdiskusi, atau berkomunikasi dengan
temannya. Problem artikulasi umumnya bisa diperbaiki dengan terapi bicara,
meskipun dibutuhkan waktu berbulan-bulan atau bertahun-tahun (Spiel, dkk,
2001).
Gangguan
Suara, tampak dalam ucapan yang tidak jelas, keras, terlalu kencang,
terlalu tinggi, atau terlalu rendah nadanya. Suara anak yang berbirbr sumbing
biasanya sulit dimengerti.
Gangguan
Kefasihan atau kelancaran bicara biasanya dinamakan “gagap”. Kondisi
ini terjadi ketika ucapan anak terbata-bata, jeda panjang atau berulang-ulang.
Kecemasan yang dirasakan anak karena gagap biasanya membuat kondisi mereka
tambah parah. Dianjurkan dibawa ke terapi bicara.
Gangguan
Bahasa adalah kerusakan
signifikan dalam bahasa reseptif atau bahasa ekspresif anak. Gangguan bahasa
dapat menyebabkan problem belajar serius (Bernstein & Tiegerman-Farber,
2002). Problem ini biasanya tidak bisa hilang sama sekali (Goldstein &
Hockenberger, 1991). Gangguan bahasa mencangkup tiga kesulitan :
a.
Kesulitan
meyusun pertanyaan untuk memperoleh informasi yang diharapkan
b. Kesulitan
memahami dan mengikuti peintah lisan
c.
Kesulitan
mengikuti percakapan, terutama ketika percakapan itu berlangsung cepat dan
kompleks.
Kesulitan-kesulitan
ini berkaitan dengan gangguan bahasa reseptif maupun ekspresif.
Bahasa
reseptif adalah penerimaan dan pemahaman atas bahasa. Anak penderita
gangguan bahasa reseptif akan kesulitan dalam menerima informasi. Informasi
akan masuk tetapi otak akan sulit untuk memprosesnya secara efktif, yang
membuat anak kelihatan cuek atau bengong saja.
Bahasa
ekspresif berkaitan dengan kemampuan meggunakan bahasa untuk
mengekspresikan pikiran dan berkomunikasi dengan orang lain. Ada beberapa ciri
anak yang menderita gangguan bahsa ekspresif oal (Boyles & Condatino, 1997):
a.
Mereka
mungkin tampak malu dan menarik diri dan punya problem dalam interaksi social
b. Mereka
mungkin menunda member jawaban
c.
Mereka
mungkin kesulitan menemukan kata yang tepat
d. Pemikiran mereka mungkin ruwet dan tidak
tertata, sehingga memusingkan pendengarannya
e.
Mereka
mungkin menghilangkan bagian integral dari suatu kalimat atau informasi yang
dibutuhkan untuk pemahaman.
·
Attention deficit Hyperactivity
Disorder ( ADHD )
ADHD adalah bentuk ketidakmampuan anak
yang ciri-cirinya antara lain :
1. Kurang perhatian ;
2. Kurang perhatian ;
3. Impulsive.
Jumlah anak yang didiagnosis dan
dirawat karena ADHD semakin bertambah, estimasi terbaru adalah 3 – 5 % dari
populasi sekolah diedentifikasikan menderita ADHD. Tanda-tanda ADHD dapat
muncul sejak usia prasekolah, namun sering kali mereka ketahuan saat usia SD.
Para periset menemukan bahwa kombinasi
obat dan manajemen perilaku bisa memperbaiki perilaku anak dengan ADHD secara
lebih baik ketimbang hanya dengan menggunakan obat saja atau manajemen perilaku
saja. Anak dan guru penting untuk tidak memeberi pesan kepada anak bahwa obat
itu adalah jawaban untuk semua kesulitan akademik mereka. Selain diberi obat,
anak ADHD harus diajak untuk bertanggung jawab atas perilaku mereka.
·
Gangguan Perilaku dan Emosional
Gangguan perilaku dan emosional terdiri
dari problem serius dan terus menerus yang berkaitan dengan hubungan, agresi,
depresi, ketakutan yang berkaitan dengan persoalan pribadi atau sekolah, dan
juga berhubungan dengan karakteristik sosio-emisional.
Perilaku agresif, diluar control.
Digolongkan memiliki gangguan emosional serius
dan melakukan tindakan yang mengganggu, agresif, membangkang atau
membahayakan biasanya akan dikelurkan dari sekolah. Anak yang mengalami
gangguan emosional serius lebih mungkin diklasifikasikan sebagai punya problem
dalam berhubungan pada masa sekolah menengah, tanda-tanda sedah nampak saat sd.
Depresi, kecemasan, dan ketakutan.
Beberapa anak memendam problem emosional mereka. Depresi, kecemasan, dan
ketakutan mereka menjadi makin hebat dan menetap sehingga kemampuan mereka
dalam belajar makin menurun.
·
Murid Berprestasi Rendah dan Sulit
Didekati
1. Murud
yang tidak bersemangat
Mencakup, murid berprestasi rendah
dengan kemampuan rendah yang kesulitan untuk mengikuti pelajaran dan punya
ekspresi prestasi yang rendah, murid dengan sindrom kegagalan, murid yang terobsesi
untuk melindungi harga dirinya dengan menghindari kegagalan.
2. Murid
yang tidak tertarik atau teralienasi ( tersaing )
Bropy, percaya bahwa problem motivasi
paling sulit adalah murid yang apatis, tidak tertarik belajar, atau teralienasi
atau menjauhkan diri dari pembelajaran sekolah. Murid apatis harus didekati
terus-menerus untuk mensosialisasikan kembali sikap mereka terhadap prestasi
sekolah.
Pustaka:
Santrock, John W. 2008. Psikologi Pendidikan. Alih Bahasa Tri
Wibowo. Jakarta: Kencana Perdana Media Group
aku sulit belajar bahasa inggris, hehe
BalasHapus, sangat berharga baget
BalasHapus